Pikiran yang Mengisi Segala Kekosongan

Proses Berpikir Mengisi Kekosongan Proses Berpikir Mengisi Kekosongan

Saya memiliki bayangan untuk membuat meja belajar dengan warna putih susu, dan memiliki tiga laci. Di salah satu laci, saya akan gunakan khusus sebagai tempat menaruh laptop. Kemudian, saya akan mencari seorang tukang yang mau dalam membantu saya untuk mengubah objek bayangan tersebut menjadi kenyataan. Dan inilah, meja belajar dengan tiga laci dimulai dari secercah ide di kepala saya.

Pikiran

Di dalam pikiran saya, ada berbagai benih kenyataan. Terdapat pula bermacam-macam bayangan yang bisa terwujud menjadi kenyataan, selagi saya punya keberanian untuk bertindak dalam mewujudkannya. Hal ini sejalan dengan ajaran filosofis yang telah berusia ribuan tahun bahwasanya pikiran adalah sumber dari segalanya. Berbagai unsur materi yang kita kira sebagai sesuatu yang mandiri dari pikiran, sesungguhnya adalah bentukan pikiran juga.

Di dalam pikiran manusia terkandung berbagai kemungkinan. Seperti halnya dari banyak penemuan-penemuan berharga dalam sejarah manusia, tidak lain berawal dari pikiran. Revolusi politik yang mengubah struktur mendasar suatu negara pun juga dimulai dari pikiran. Bahkan, kata “pikiran” itu sendiri merupakan hasil dari buah pikiran manusia pula. Hal ini juga telah ditegaskan oleh Immanuel Kant di dalam bukunya dengan judul kritik der Reinen Vernunft. Menurut Kant, apa yang selama ini kita disebut sebagai kenyataan adalah kenyataan sebagaimana terbentuk dari kategori-kategori yang berada di dalam pikiran kita. Ia menyebut kategori-kategori sebagai “kategori-kategori akal budi” (Kategorien der Vernunft).

Kategori-kategori yang dimaksudkan tersebut antara lain adalah; waktu, ruang, forma, sebab akibat dan lain sebagainya. Semuanya itu bukan merupakan sesuatu yang mutlak terbentuk di dalam kenyataan, melainkan perpaduan dari unsur-unsur yang ada pada pikiran kita. Oleh karena kita memiliki unsur-unsur tersebut, maka dengan begitu kita dapat mengenali dunia. Apa yang kita anggap sebagai kehidupan dan kenyataan esensinya adalah bentukan dari akal budi serta pikiran kita sendiri.

Pendapat Kant di atas sebetulnya bukan lah sesuatu hal yang baru. Di India, dalam kurun waktu sekitar 2300 tahun yang lalu, para meditator Buddhis telah sampai pada kesimpulan yang sama. Semua hal yang dinamakan sebagai kenyataan dan kehidupan, tidak lebih dari imajinasi pikiran kita sendiri. Lebih jauh daripada itu, para mediator tersebut bahkan juga telah memanfaatkan pemahaman ini untuk mengurangi penderitaan serta mencapai kebahagiaan yang hakiki.

Pencerahan

Kebahagiaan hakiki inilah yang menjadi titik dari sebuah pencerahan. Pada titik ini, pencerahan bukan berarti, bahwa kita memperoleh pemahaman baru tentang dunia. Sebaliknya, pencerahan berarti merupakan suatu runtuhnya segala pengetahuan tentang dunia yang kita pahami seperti sebelum titik pencerahan. Dengan kata lain, kita telah mampu melihat dunia sebagaimana adanya, bukan seperti yang seharusnya. Apa itu dunia sebagaimana adanya? Maknanya adalah, dunia yang alamiah sebelum kita “menciptakannya” dengan bantuan unsur-unsur yang telah kita bahas di atas. Ia juga adalah “kekosongan”, yakni ketiadaan unsur apa pun. Kata “kekosongan’ ini sendiri sebetulnya juga salah, sebab kata tersebut adalah konsep yang diciptakan oleh pikiran kita (manusia).

Kekosongan sebelum “kekosongan” itu sendiri lah hakikat dari pikiran kita, sekaligus hakikat dari semua hal yang mewujud di dalam kenyataan. Sedangkan di sisi lain, pencerahan berarti menyadari semua ini, yaitu pemahaman yang baru saja kita peroleh. Ia juga berarti menyadari, bahwa segala sesuatu memiliki sumber yang sama, yaitu kekosongan. Begitu pun juga dengan penderitaan dan kebahagiaan, dua hal berasal dari sumber yang sama antara lain; pikiran dan kekosongan.

Dengan memiliki pola berpikir seperti ini, niscaya kita tidak lagi akan menolak segala bentuk penderitaan secara keras, serta bernafsu mengejar kebahagiaan. Dengan hilangnya berbagai sikap penolakan dan nafsu juga berarti ketenangan sepenuhnya. Kita lantas bisa hidup yang berangkat dari titik asali dari segala sesuatu, yakni kekosongan.

Beberapa tradisi yang ada bahkan, menyebut atau menganggap kekosongan ini sebagai Tuhan yang menjadi sumber awalan serta akhir dari segala sesuatu. Kita tidak akan sejauh itu. Cukuplah ditegaskan, bahwa hidup yang dimulai dari titik asali ini berarti hidup di dalam ketenangan sempurna. Lalu, buah dari ketenangan sempurna ini adalah kebijaksanaan, welas asih dan kebebasan batin yang sejati. Inilah tiga inti keutamaan hidup yang mengantarkan kita tidak hanya pada kedamaian jiwa, tetapi juga pada perdamaian dunia. Dengan begitu, lantas kita dapat menjalani hidup dengan penuh kedamaian dari waktu ke waktu. Dan yang terpenting, batin kita selalu merasa terdorong untuk mau membantu semua makhluk, tanpa terkecuali.

Tertarik?